
Terungkap, Polisi Kity Tokan Diduga Rekayasa Kasus untuk Bungkam Perlawanan Warga Transmigrasi Kotabaru
STORYBANUA.COM, KOTABARU – Ipda. Kity Tokan, S.H., M.H., diduga menyalahi kewenangan dan merekayasa perkara untuk menekan warga yang mempertahankan lahan dari perusahaan tambang.
1. Pendahuluan
Sebuah fakta baru terungkap mengenai Ipda. Kity Tokan, S.H., M.H., mantan KBO Reskrim Polres Kotabaru. Tak hanya kasus-kasus sebelumnya, polisi yang digambarkan pandai merekayasa kasus untuk karier ini, juga diduga melakukan rekayasa serupa terhadap warga transmigrasi di Desa Bekambit, Kotabaru, Kalimantan Selatan, yang memperjuangkan lahannya.
2. Inti Kasus: Perjalanan ke Bali dan Rekayasa Kesaksian
Pada tahun 2022, Ipda. Kity Tokan diduga melakukan perjalanan ke Bali dengan menyalahi kewenangannya. Meski berstatus sebagai KBO Reskrim Polres Kotabaru, ia memaksakan diri bertindak seolah-olah penyidik di Polsek Buleleng, Bali.
Di Bali, Kity Tokan menemui Gede Rume, seorang yang sebelumnya menjual tanahnya kepada I Wayan Suada (paman I Ketut Buderana) pada tahun 2000-an tanpa surat jual beli yang kuat. Kity Tokan diduga mengatur konspirasi dan membangun konstruksi kasus dengan memengaruhi Gede Rume untuk tidak mengakui penjualan tanahnya tersebut. Tujuannya adalah untuk menciptakan alasan menyerang I Ketut Buderana, yang merupakan Ketua Eks. Transmigrasi yang vokal mempertahankan lahan warga.
3. Target dan Motif: Membungkam Perlawanan atas Tambang
I Ketut Buderana, yang menerima kuasa dari I Wayan Suada, merupakan tokoh berpengaruh yang memimpin perlawanan warga transmigrasi di Desa Bekambit, Kecamatan Pulau Laut Timur, Kabupaten Kotabaru. Perlawanan ini bertujuan mempertahankan lahan dari eksploitasi tambang batubara oleh PT. Sebuku Sejaka Coal (SSC).
Motif rekayasa kasus ini diduga kuat untuk mematahkan perlawanan warga dengan menjebloskan tokoh-tokoh kuncinya ke penjara.
4. Dampak: Warga Ditangkap dan Dijebloskan ke Penjara
Akibat rekayasa ini, I Wayan Suada ditangkap dan dipenjarakan dengan menggunakan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Sementara itu, I Ketut Buderana, yang merupakan ujung tombak perjuangan, dikenakan Pasal 55 KUHP tentang Turut Serta.
Kedua pria paruh baya ini harus merasakan ujung jeruji besi, yang dilihat banyak pihak sebagai upaya sistematis untuk membungkam perjuangan mereka mempertahankan lahan.
5. Fakta Terkini: Kementerian Turun Tangan dan Larangan ke Lahan
Meskipun lahan transmigrasi akhirnya ditambang, kebenaran mulai terungkap. Kementerian Transmigrasi turun langsung dan menyatakan bahwa PT. SSC tidak memiliki izin IPT (Izin Pinjam Pakai) atas IUP-nya.
Di sisi lain, perlawanan warga masih terus dibatasi. Salah satu warga transmigrasi, Suhermanto, dilaporkan dilarang menuju ke lahannya sendiri oleh Kasat Reskrim Polres Kotabaru, a.n. Abdul Jalil, S.I.K., M.H.
6. Tuntutan dan Dasar Hukum
Berdasarkan pelanggaran yang diduga dilakukan Ipda. Kity Tokan, muncul tuntutan dari masyarakat untuk memecatnya. Tindakannya dinilai melanggar Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Dalam peraturan tersebut, khususnya pada pasal etika kemasyarakatan, disebutkan dengan jelas bahwa anggota polisi dilarang mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, apalagi sampai bertindak sewenang-wenang dan merekayasa kasus.