
BASA REKAN Apresiasi Hakim Atas Vonis 3,6th Dua Kliennya, Namun Tetap Mendesak Proses Hukum Keenam Pelaku Lain
STORYBANUA.COM, KOTABARU- Tim Hukum BASA REKAN yang tergabung dalam Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. & Rekan, memberikan tanggapan atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru terhadap perkara eksploitasi seksual anak di bawah umur yang terjadi di Desa Lontar, Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa, M.S. dan N.R., divonis masing-masing 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan penjara serta denda sebesar Rp15 juta, subsidair satu bulan kurungan. Putusan tersebut tertuang dalam perkara nomor: 34/Pid.Sus/2025/PN Ktb.
Tim hukum BASA REKAN, yang menjadi kuasa hukum kedua terdakwa, menyebut klien mereka hanya berperan sebagai pengantar saksi anak korban saat ingin menemui “pelanggan” dan bukan pelaku utama dalam eksploitasi seksual tersebut.
“Klien kami hanya mengantar. Justru hanya mereka yang dijadikan kambing hitam. Tapi ya, itulah UU Perlindungan Anak, semua harus taat. Banyak yang tahu saksi anak tersebut memang sudah tidak bersekolah lagi. Saksi guru sekolahnya kami hadirkan dalam sidang, menceritakan bahwa si anak sering merokok. Kami juga menemukan fakta bahwa si anak sering menjual diri. Sebagian masyarakat Lontar pun ada yang mengetahuinya. Sebenarnya, perilaku menyimpang seperti ini harus mendapatkan perhatian dari orang tuanya anak bahkan Pemerintah melalui Dinas Sosial juga harus mengambil peranan nantinya, sianak juga harus diselamatkan mentalnya,” ujar Djupri Efendi, salah satu anggota tim hukum BASA REKAN, Jumat (13/6/2025).
Kasus ini terungkap setelah saksi anak korban, M.P., tidak mengalami menstruasi pada November 2024. Saat ditanya oleh ayahnya, korban mengaku telah berhubungan dengan sejumlah pria. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik terdakwa N.R., pada halaman 4 disebutkan bahwa korban telah melayani enam pria berinisial: M, L, H, I, R, dan R.
Semestinya, keenam pria tersebut juga dapat diproses hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam pasal 76E, disebutkan bahwa pelaku bujuk rayu anak untuk melakukan perbuatan cabul dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
“Kasus ini melibatkan enam orang pemakai jasa yang seharusnya ditindak lebih dulu. Demi prinsip keadilan yang setara di mata hukum, semuanya harus diproses. Namun kami tetap mengapresiasi vonis yang dijatuhkan karena mempertimbangkan peran dan latar belakang kedua terdakwa yang merupakan pasangan suami istri,” tambah Djupri.
Ia menilai, putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada kliennya sudah memberikan rasa keadilan, akan tetapi ia juga mengkritisi hukum yang diterapkan karena hingga kini para pengguna jasa belum diproses secara hukum.
“Hukum harus tegak lurus. Kami mendesak penyidik segera menetapkan status hukum terhadap keenam orang tersebut. Pasal 28D UUD 1945 menegaskan bahwa semua orang berhak mendapatkan perlakuan hukum yang sama,” tegasnya.
Sementara itu, anggota tim hukum lainnya, Nanda Bunga Rahayu, S.H., menyoroti adanya ketimpangan dalam proses penyidikan yang hanya menyasar pihak tertentu.
“Saya sebagai perempuan dan praktisi hukum sangat prihatin. Ada disparitas hukum yang nyata terjadi didepan mata. Pelaku utama yang mengakui telah menikmati, justru hanya dijadikan saksi. Sementara mereka yang hanya berperan di pinggir justru ditetapkan sebagai terdakwa. Ini harus dibenahi,” kata Bunga.
Tim Hukum BASA REKAN lainnya juga menyampaikan apresiasi terhadap peran Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kotabaru dalam perkara ini.
“Kami tidak hanya mengapresiasi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotabaru yang memberikan Vonis 3 tahun 6 bulan, tapi juga kami mengapresiasi JPU yang memberikan tuntutan 5 tahun yang cukup sesuai dengan kesalahan kedua terdakwa, sebagaimana Pasal 88 Jo Pasal 76I UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2016,” ujar M. Saiful Ihsan, S.H.
Menurutnya, suasana persidangan kali ini terasa berbeda.
“Biasanya kami harus bertempur dulu dalam penegakan keadilan di persidangan, bahkan hingga perkara berakhir di Mahkamah Agung Republik Indonesia kami masih perjuangkan. Tapi kali ini, suasananya baik. Ketika mendengar tuntutan jaksa di persidangan, kami langsung mengajukan Nota Sepakat. Biasanya kami menyampaikan pledoi keberatan. Tapi kali ini, pasal yang didakwakan sudah sesuai dengan fakta di persidangan dan berkesesuaian dengan kesalahan terdakwa. Kali ini, kami acungkan jempol untuk jaksa dan hakim,” ungkap Ihsan
Tim hukum BASA REKAN juga menyatakan kesiapannya untuk terus mengawal proses hukum dan membuka ruang pengaduan bagi masyarakat yang mengetahui keenam pelaku eksploitasi anak yang belum ditahan. (***)