
Temuan Ulat dalam Makanan Bergizi Gratis Picu Evaluasi di Pelaihari Kabupaten Tanah laut
STORYBANUA.COM, PELAIHARI – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Tanahlaut, Kalimantan Selatan, mendapat sorotan setelah ditemukannya ulat pada sayur kacang yang disajikan untuk siswa SDN 1 Telaga. Kejadian yang terjadi pada Senin (29/9/2025) ini memicu keluhan masyarakat mengenai aspek kehigienisan makanan yang didistribusikan secara gratis tersebut.
Informasi mengenai temuan ini ramai diperbincangkan warga di berbagai grup media sosial, bahkan disusul kabar bahwa sejumlah siswa di sekolah tersebut memilih membawa bekal dari rumah daripada menyantap jatah MBG.
Rony Setiawan, Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG di kawasan Matah yang menjadi pemasok, mengakui kebenaran insiden tersebut. “Terkait isu tersebut adalah benar adanya. Itu terjadi di SDN 1 Telaga pada Senin 29 September 2025 dan telah dikomunikasikan antara pihak sekolah dan SPPG,” jelas Rony, Sabtu (4/10).
Ia menegaskan bahwa dari total 2.106 porsi yang diproduksi hari itu, hanya satu porsi yang mengalami masalah tersebut. “Ini telah dikonfirmasi oleh seluruh sekolah penerima manfaat,” ujarnya. Rony menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi dan berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan ketat demi mencegah terulangnya kejadian serupa.
Insentif dan Tantangan Distribusi di Sekolah Lain
Sementara itu, dalam implementasinya di daerah lain, program MBG juga menghadapi tantangan teknis. Surat edaran dari Badan Gizi Nasional (BGN) menyebutkan adanya insentif sebesar Rp 100 ribu per hari bagi petugas sekolah yang membantu pendistribusian, dengan dana yang dibebankan pada SPPG. Setiap sekolah wajib menunjuk 1-3 guru, dengan prioritas guru honorer, untuk bertugas secara bergantian.
Namun, kebijakan insentif ini menuai respons beragam. Di SDN Murung Sari 5, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kepala Sekolah Rina Emilyana menyatakan bahwa meski penunjukan penanggung jawab telah dilakukan, pendistribusian dan pengawasan justru dilakukan secara gotong royong oleh seluruh guru. “Setiap wali kelas memastikan siswa di kelas masing-masing mendapatkan MBG,” ujarnya.
Rina mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pemberian insentif justru dapat mengurangi semangat gotong royong dan menimbulkan kecemburuan sosial di antara guru yang tidak terpilih. Ia juga menambahkan bahwa sekolah menanggung biaya penggantian wadah makan jika rusak, sebesar Rp 80 ribu per unit.
Di tempat lain, SMAN 1 Martapura, Kabupaten Banjar, sempat mengalami keterlambatan penyaluran MBG karena belum adanya kesepakatan kerja sama, salah satunya menyangkut penolakan sekolah menanggung biaya kerusakan wadah. Kerja sama akhirnya tercapai, dan sebanyak 966 siswa kini telah menikmati MBG.
Kepala SMAN 1 Martapura, Eko Sanyoto, mengatakan pihaknya aktif mengingatkan siswa yang memiliki alergi terhadap bahan makanan tertentu, seperti telur puyuh atau kacang kedelai, untuk menyesuaikan konsumsi. “Untuk menu Jumat (3/10), berupa roti tawar, telur puyuh bacem, selada, salad buah, serta sweet mayonaise keju,” jelasnya.
Dukungan Polda Kalsel
Guna mendukung program nasional ini, Polda Kalimantan Selatan turut serta dengan mengoperasikan tiga Dapur MBG. Kapolda Kalsel, Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan, menyatakan bahwa SPPG Polda Kalsel, Polres Tanahlaut, dan Polres Tanahbumbu telah menyalurkan ribuan paket makanan ke jenjang PAUD hingga SMA.
“Setiap SPPG rata-rata melayani lebih dari 3.000 penerima, yang masih dalam batas maksimum Badan Gizi Nasional (BGN) yaitu 3.500 penerima,” kata Kapolda. Sebanyak 11 SPPG di jajaran Polres lainnya saat ini masih dalam proses persiapan.
Kejadian di Tanahlaut menjadi pengingat pentingnya pengawasan berlapis dan komunikasi yang baik antara penyedia, sekolah, dan orang tua untuk memastikan program yang mulia ini benar-benar bermanfaat dan aman bagi siswa.